Apresiasi Yendaka Terhadap Ekonomi Indonesia

PENGARUH YENDAKA TERHADAP EKONOMI DI INDONESIA

(Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bisnis Internasional)
Tiara Muntiarsih., SE., MM

Disusun oleh :
Muhammad Sokhekh
116020336
Manajemen 2J


PROGRAM STUDI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI
CIREBON
2017
Yendaka adalah menguatnya mata uang Yen terhadap dollar. Karena kenaikan nilai yen terhadap dollar ini sangat berpengaruh terhadap perekonomian di Indonesia sendiri. Presiden Soeharto memberi perhatian khusus terhadap perubahan yang cepat dan mendasar mengenai nilai tukar yen terhadap dollar AS akhir-akhir ini.  Demikian diungkapkan Menteri Sekretaris Negara Moerdiono ketika ditanya  wartawan mengenai apresiasi yen terhadap dollar AS di halaman Istana Negara Senin (20/3). Mengenai melesatnya kenaikan yen terhadap dollar AS ke posisi tertinggi dalam 12 tahun, pemerintah Jepang menyatakan kekhawatirannya dan mengatakan kenaikan tersebut berlebihan. "Kami mengkhawatirkan pergerakan yen yang berlebihan. Kami sedang memantau dengan perhatian besar," kata Menteri Keuangan Jepang, Fukushiro Nukaga. Pengamat ekonomi A Tony Prasetiantono, menilai jika yendaka muncul, hal itu dapat menyebabkan neraca pembayaran negara-negara Asia Tenggara tertekan.
Selain itu, juga menyulitkan pengusaha yang selama ini mempunyai utang kepada bank-bank Jepang. "Ini karena membesarnya jumlah utang yang harus dibayar dibanding pembayaran yang seharusnya dilakukan sebelum yendaka," ujarnya. Produk Jepang, lanjut Tony, juga menjadi sulit laku karena harga-harga melambung dan pasarnya anjlok. Sedangkan dampak lainnya adalah semakin banyaknya perusahaan Jepang yang akan merelokasikan pabriknya ke luar dari negaranya. "Maka tidak salah bila mengharapkan, beberapa dari perusahaan Jepang itu akan mengalihkan pabriknya ke Indonesia," imbuhnya. Yendaka juga menimbulkan peluang baru bagi investor untuk menambah investasinya atau reinvestasi. Terutama bagi pengusaha yang melakukan usaha patungan dengan investor Jepang. Hal ini sebagai antisipasi guna mempertahankan perkembangan usaha dan mampu mengimbangi kemajuan perusahaan lainnya. Sementara itu apresiasi menguatnya yen tidak terlalu berdampak pada proyek-proyek pertambangan Indonesia, termasuk ekspor migas.
Sebab transaksi tersebut kebanyakan menggunakan mata uang dolar. Apresiasi tersebut malah menguntungkan Jepang, sebab negara itu membeli minyak dari Indonesia dengan dolar, yang nilainya makin menurun. Pergerakan mata uang yang terlalu cepat, termasuk yen, tidak disukai pasar. Sehingga Indonesia perlu tetap waspada terhadap pergerakan kurs. Karena dampak yang akan ditimbulkan dari Yendaka ini akan buruk terhadap Indonesia. Kekhawatiran Presiden itu, menurut Sulivan lebih disebabkan oleh arti setiap kenaikan apresiasi yen.
Dikatakan, Presiden menyampaikan kekhawatiran atas menguatnya yen. Situasi ini, katanya akan sangat berpengaruh terhadap sebagian besar pinjaman RI, karena sebagian pinjaman itu diambil dalam bentuk yen. "Pemerintah berusaha menghindari apresiasi utang luar negeri, inilah keprihatinan yang utama," kata Sulivan. "Tiap kenaikan apresiasi tiga persen saja, berarti meningkatkan milyaran beban utang luar negeri Indonesia," imbuhnya.
Namun, menurut Moerdiono, menghadapi masalah ini bangsa Indonesia bisa tenang karena hal ini telah diantisipasi sebelumnya oleh kebijakan-kebijakan yang ada. "Saya kira kita memang tetap harus mempunyai kewaspadaan yang tinggi. Tapi kita tidak perlu panik," katanya. Ditanya apakah ada langkah-langkah khusus yang diinstruksikan kepada para menteri terkait dalam masalah yendaka ini. Moerdiono mengatakan, "Kewaspadaan tersebut telah diinstruksikan Presiden tatkala kita merancang APBN 1995/1996 ini." 
Dijelaskan, tatkala para menteri merancang APBN tersebut, gejala menurunnya nilai dollar terhadap yen telah diantisipasi. Karena itu Pemerintah Indonesia telah mengamati baik-baik berapa cadangan devisa dalam bentuk yen, berapa berupa dollar dan berapa mata uang asing lainnya. Ditanya lebih lanjut tentang Indonesia yang sekitar 40 persen dalam bentuk yen, apakah tidak memberatkan ekonomi Indonesia Moerdiono mengatakan, "Antisipasi telah dilakukan". 
Nilai dollar AS terus merosot dalam perdagangan hari Senin pagi di pasar keuangan Tokyo, sebelum terangkat sedikit dalam perdagangan di siang hari. Satu dollar AS hanya dihargai 88,65 yen, berarti rekor terendah baru sejak Perang Dunia II berakhir. Rekor terendah untuk nilai dollar terjadi awal bulan ini, yakni 88,75 yen, sebagai dampak krisis Meksiko yang menimbulkan juga ketidakpercayaan terhadap mata uang dollar. Ketika itu satu dollar hanya dihargai 88,75 yen. 
Klausul dollar AS secara terpisah, Menteri Keuangan Mar'ie Muhammad menegaskan, untuk memperkecil dampak apresiasi yen bagi perekonomian nasional, maka pinjaman luar negeri dengan badan-badan multilateral seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia yang pada waktu lalu sebagian menggunakan klausul yen, saat ini dan masa mendatang akan menggunakan klausul dollar AS. 


Penegasan itu disampaikan Menkeu di hadapan anggota Komisi APBN dalam rapat kerja yang dipimpin Bakri Srihardono (F-KP) di Jakarta, Senin (20/3). Penegasan tersebut sekaligus membantah sikap pasrah pemerintah, karena dalam menghadapi kasus ini pemerintah senantiasa berupaya mencari jalan keluar.
Ia mengemukakan, pemerintah tengah berupaya secara realistis sesuai dengan
kemampuan yang ada untuk memperkecil dampak apresiasi yen. Selain menggunakan klausul dollar AS untuk pinjaman-pinjaman luar negeri multilateral, Bank Indonesia secara terus menerus akan menyesuaikan posisi cadangan devisanya. Saat ini, kata Menkeu, cadangan yen sekitar 35 persen, sedangkan deutsche mark sekitar 40 persen. Pada masa mendatang, komposisi tersebut akan ditambah lagi, khususnya terhadap mata uang yen. 
Upaya lain yang bisa dilakukan adalah memanfaatkan semaksimal mungkin ekspor nonmigas ke Jepang. Ia mengakui, upaya itu akan menghadapi tantangan berat mengingat Indonesia akan menghadapi pesaing-pesaing yang berat. Karena itu, kata Mar'ie, upaya untuk meningkatkan daya saing ekspor nasional mutlak dilakukan. 

Demikian juga dengan pemanfaatan relokasi industri-industri Jepang Indonesia harus mampu memanfaatkan kemungkinan relokasi itu karena dipastikan perusahaan- perusahaan Jepang tak akan mampu bertahan. Namun demikian, peluang itu hanya bisa dimanfaatkan jika iklim investasi di dalam negeri bisa diperbaiki, mengingat Indonesia juga menghadapi pesaing. 

Komentar

Postingan Populer